A. Pengertian wacana
Pengertian wacana menurut Vandjik
(1977:3) yang menyebutkan bahwa wacana adalah suatu kesatuan bangun teuritis
yang sifatnya abstrak (The abstract theoretical constract). Sedangkan
menurut Alwa, dkk (2003:419) menyebutkan bahwa wacana adalah renteten kalimat
yang menghubungkan antara proporsisi yang satu dengan proporsisi yang lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan suatu kesatuan bahasa
terlengkap yang terdiri dari fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.
Wacana merupakan satuan bahasa yang didalamnya terdapat kohesi dan koherensi
antara unsur-unsur yang membentuk wacana, serta wacana merupakan suatu bangun
teoritis yang bersifat abstrak, dengan kata lain wacana dapat terbentuk dari
hubungan kata dengan simbol, atau lambang-lambang tertentu yang memiliki
keterkaitan kohesi dan koherensi serta membehas sebuah topik tertentu.
Pengertian wacana menurut dua ahli di
atas, sangat berbeda jika dikaitkan dengan pengertian wacana yang dikemukakan
oleh Kridalaksana. Menurut
Kridalaksana (1992:231) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap
dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Pengertian wacana menurut Kridalaksana tidak sejalan dengan pengertian wacana
yang dikemukakan oleh Syamsudin (1992:5) yang menyebutkan bahwa wacana
merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu
hal dan disajikan secara teratus, sistematis, dan dalam bentuk kesatuan yang
koheren antara unsur-unsur sefmental maupun unsur-unsur nonsegmental.
A.
Prasyarat Terbentuknya Wacana
Berbagai pengertian mengenai wacana
telah dibahas di atas, salah satunya adalah bahwa wacana merupakan suatu
susunan bahasa tertinggi dan terlengkap yang didalamnya terdapat kohesi dan
koherensi. Adapun syarat-syarat terbentuknya wacana adlah sebagai berikut.
1. Topik
Wacana
sebagai hubungan dari serangkaian unsur kebahasaan memiliki suatu ide atau
gagasan yang akan disampaikan dan diuraikan membantuk penjelasan yang pada
dasarnya merujuk pada satu topik tertentu. Kemudian topik yang diangkat akan
memberikan tujuan tertentu. Tujuam dalam wacana didasarkan pada konteks wacana
itu digunakan. Semisal, wacana persuasif, yakni wacana yang digunakan untuk
mempengaruhi orang lain agar melakukan hal-hal tertentu.
2. Kohesi dan Koherensi
wacana sevagai
serangkaian unsur-unsur bahasa yang menjelaskan suatu ide atau gagasan
tertentu, biasanya memiliki kepaduan antara unsur yang satu dengan unsur yang
lain (kohesi), sehingga tercipta kepaduan makna (koherensi). kekohesifan dalam
wacana, yakni adanya keterkaitan antarklausa, antar kalimat, maupun antara
simbol dengan unsur penjelasnya. Koherensi merupakan keterkaitan makna, dimana
koherensi dapat diperoleh dari penggunaan aspek-aspek gramatikal, misalnya
konjungsi, preposisi, ataupun aspek semantik.
3. Proporsional
Proporsional merupakan
keseimbangan makna yang dijelaskan dalam suatu wacana. Semisal dalam suatu
wacana yang berbentuk simbol dan kata,
antara simbol dan kata atau kalimat yang menyertainya (sebagai penjelas
gsimbol tersebut) merupakan satu kesatuan yang menjelaskan topik yang sama.
4. Tuturan
Tuturan dalam wacana
merupaksn bentuk tuturan baik csecara tulis maupun lisan yang dalam wacana,
tuturan merupakan media untuk menjelaskan ataupun memaparkan topik dengan tetap
memperhatikan kohesi dan koherensi.
Berdasarkan
prasyarat pembentukan wacana di atas, ada beberapa contoh bentuk wacana,
diantaranya sebagai berikut.
a. Wacana dalam bentuk tulisan
Wacana
dalam bentuk tulisan mengarah pada konteks penyampaian topik wacana berdasarkan
penggunaan bahasa tulis serta mengacu pada konteks tertentu. Semisal berdasar
pada konteks penyampaian tujuan topik wacana, yakni yang dibedakan menjadi
wacana argumentasi, wacana persuasif, wacana narasi, wacana eksposisi, dan
wacana argumentasi. Wacana dalam bentuk tulisan memperhatikan kohesi dan
koherensi rangkaian unsur-unsur gramatikal.
b. Wacana dalam bentuk dialog (lisan)
Wacana dalam bentuk dialog atau lisan
merupakan wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan bahasa ujaran. Wacana
dalam bentuk lisan memperhatikan bagaimana penyampaian topik kepada pendengar
agar pendengar memahami topik yang telah dijelaskan (diutarakan) serta
bagaimana umpan balik yang diberikan pendengar terhadap topik yang telah
disampaikan. Hubungan antara penyampaian topik dan umpan balik terhadap topik
tersebut memiliki bentuk kohesi dan koherensi yang sesuai sehingga dapat
dipahami oleh kedua bela pihak (penutur dan pendengar).
c. Wacana dalam bentuk simbol
Wacana dalam bentuk simbol merupakan bentuk
wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan simbol-simbol tertentu. Semisal
lambang ‘DILARANG PARKIR DI SINI’ antara
simbol dan satuan gramatikal merupakan satuan unsur yang kohesif dan koherensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar