Dalam
istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun dalam
koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan dengan
aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal bahasa sedangkan
koherensi merupakan aspek ujaran (Henry Guntur Tarigan, 1987: 96)
Wacana
yang baik adalah wacana yang memiliki kohesi dan koherensi. kalimat atau kata
yang dipakai
bertautan dan pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara
berturut-turut. Jadi kohesi dan koherensi menjadi aspek yang penting dan
menjadi titik berat dalam suatu wacana.
A. Kohesi
Kohesi
merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan
padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam
wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Menurut
Anton M. Moeliono (1988: 343) kohesi adalah keserasian hubungan antara unsure
yang satu dengan unsure yang lainnya sehingga tercipta pengertian yang apik dan
koheren.
Pemahaman
wacana dengan baik memerlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula,
tidak hanya terfokus pada kaidah-kaidah bahasa tetapi juga pada realitas,
pengetahuan kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik
(Van de Velde, 1984: 6). Suatu teks atau wacana benar-benar kohesi apabila
terdapat kesesuaian bentuk bahasa terhadap konteks (situasi luar bahasa).
Ketidaksesuaian bentuk bahasa dengan konteks akan menghasilkan teks yang tidak
kohesif, (james, 1980: 102-104).
Menurut Anton M. Moelino, dkk (
1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya
harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam
wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan
unsure-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai
dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal meliputi:
a.
Referensi
(pengacuan)
Referensi
merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat
dari acuannya, referensi terbagi atas:
1.
Referensi
eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh:
Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks,
yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2.
Referensi
endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a.
Referensi
anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu,
mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di
ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
b. Referensi
katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu
yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1.
Referensi
persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
Tunggal
|
Jamak
|
|
Persona
pertama
|
Aku, saya
|
Kami, kita
|
Persona
kedua
|
Kamu,
engkau, anda
|
Kalian,
kami sekalian
|
Persona
ketiga
|
Dia, ia,
beliau
|
Mereka
|
Contoh:
Firdaus, kamu harus mandi.
2.
Referensi
demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk.
Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini,
itu, dan sebagainya.
Contoh:
Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di
tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3.
Referensi
interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu
mau kemana?
4.
Referensi
komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan
satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita
orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
a.
Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan
lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat
dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1.
Substitusi
nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata benda.
Contoh:
Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasanya, dan bersifat keibuan.
2.
Substitusi
verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata kerja.
Contoh: Soni
berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore.
Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3.
Substitusi
frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang
berupa frasa.
Contoh: Hari
ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk
menengok Nenek di desa.
4.
Substitusi
klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam
tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu
dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses
seperti azam.
Barik : tampaknya
memang begitu!
b.
Elipsis atau pelesapan
Elipsis
adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya.
Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1.
Untuk
efektifitas kalimat
2.
Untuk
mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3.
Untuk
mencapai aspek kepaduan wacana
4.
Untuk
mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan
dalam satuan kata.
Contoh:
Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat
yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat
kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah
subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu
memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang
menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya
mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan
adik datang?
Adik : tadi siang.
Pernyataan
adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut
selengkapnya berbunyi: Saya datang
tadi siang.
c.
Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi
adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu
dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan
paragraf.
Macam-macam
konjungsi sebagai berikut:
1.
Sebab-akibat
Hubungan
sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya
suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang
digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu,
dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik
sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.
Pertentangan
Hubungan
pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan
kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh:
Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran.
Namun, di kampung kumuh tersebut
sedang dibangun sekolah mewah.
3.
Kelebihan
atau eksesif
Hubungan
eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh:
Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.
Perkecualian
atau eksepsif
Hubungan
eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi
kecuali.
Contoh: Anda
tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali
dengan persetujuan dokter.
5.
Tujuan
Hubungan
tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai.
Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin
belajar.
6.
Penambahan
atau aditif
Penambahan
berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada
umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang
digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh:
Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan
tidak pernah berbohong. Juga tidak
mau mempercakapkan orang lain. Selain
itu, ia suka menolong sesama teman. Dan
dia penyabar.
7.
Pilihan atau
alternatif
Pilihan
digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu
atau dan apa.
Contoh:
Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau
IPS?
8.
Harapan atau
optatif
Konjungsi
harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang
digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9.
Urutan atau
sekuential
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu.
Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh:
Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian
ambil air wudlu. Setelah itu dia
menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu
tak lupa ia mengaji
10. Syarat
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan
yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih
giat maka gajiku akan bertambah.
11. Cara
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi
yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh:
Mungkin dengan cara seperti ini, aku
membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah
kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A. Pengulangan
atau repetisi
Repetisi merupakan salah
satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini
dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat
didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita
tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah
kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B. Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan
makna kata.
Contoh: Hari pahlawan
diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela
mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka
selalu dikenang sepanjang masa.
C. Antonim
Antonim merupakan perlawanan
kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut
peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja
bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra
membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta
meramaikan peringatan tersebut.
D. Hiponim
Hiponim merupakan sebuah
pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita
menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar,
melati, dahlia, dan anggrek.
E. Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah
pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan
bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran
kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi
perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran,
televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F. Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan
kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar
dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain
mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu,
unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi terbentuknya wacana yang
koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun
demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin
terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat
kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren (
Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik
dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
A.
Koherensi
Koherensi adalah
pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978
: 25). Koherensi merupakan keterkaitan
antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga
kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
Yang termasuk
unsur-unsur koherensi meliputi:
1.
Penambahan
Sarana penghubung yang berupa
penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera
pada contoh berikut:
Laki-laki dan perempuan, tua dan
muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus
di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga
upaya itu akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama
dianjurkan oleh pemerintah kita.
2.
Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan
kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa
kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima
kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu
saya. Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui
saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan
saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa
dan kasih sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur
dan dilindungi Tuhan.
3.
Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata
ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di
seberang sana. Mereka
bertetangga. Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya
agak murah. Dia memang bernasib baik.
4.
Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata
(pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis
itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik,
halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih,
buah hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman hidup selama hayat
dikandung badan.
5.
Totalitas
Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita
mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau memperkenalkan
bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan,
terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan
yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku
itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari sejumlah pasal.
Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf
terdiri dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa
kata. Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6.
Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun
dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan
untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Sama halnya dengan
Paman Lukas, kita pun harus
segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah
Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa
selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama, takkan lebih
dari itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas yang bertingkat, kita
akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak perlu mendirikan rumah
bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7.
Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita
dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk
menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong itu bukan
pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh
kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini
telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung,
berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi
masyarakat kedua kampung.
8.
Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan
para penulis dapat menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana
seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya
seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian
selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia
tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin
belajar.
9.
Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada
hasil atau simpulan pun, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana.
Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap
pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan
dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi
penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan
kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu,
para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10.
Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat
dan serasi, kita dapat pula menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat
pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah
menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya:
bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah
yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan
obat-obatan tradisional, misalnya: kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit,
sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-hari dari warung dan apotek
hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh: bayam, cabai,
jahe, dan sirih.
11.
Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan
wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran
tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya
sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru
mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak
mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12.
Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat
dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada
contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu
sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak
saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas lemari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar