Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam
bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti
sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan
sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.
Ada
beberapa definisi praanggapan menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut
George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau
presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan
oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.
Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat.
2. Menurut
Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan
adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
3. Menurut
Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan
sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa
(menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan)
mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya,
membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk
mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan, bahwasanya peraanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan
tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
v Contoh:
a
: “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b
: “Dapat potongan 30 persen kan?”
Contoh
percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (a) memiliki praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya yaitu
terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
Dari
pemaparan di atas peraanggapan sendiri memiliki cirri-ciri, cirri-ciri
praanggapan Menurut Yule
(2006:45),
sebagai berikut:
Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di
bawah penyangkalan Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi)
suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan
kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat
berikut :
a: “Gitar Budi itu
baru”.
b: “Gitar Budi
tidak baru”.
ü Penjelasan
Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (a).
Praanggapan dalam kalimat (a) adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b),
ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung
penyangkalan tehadap kalimat (a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa
Budi mempunyai gitar.
v Jenis-jenis
Praanggapan
Jenis-jenis
praanggapan Menurut Gorge Yule ( 2006:46) mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis
praanggapan, yaitu presuposisi
eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal,
presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
1.
Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah
preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang
diungkapkan dengan kata yang definit.
a. Orang itu
berjalan
b. Ada orang
berjalan
2.
Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di
mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai
suatu kenyataan.
a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit
3.
Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai
bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami.
a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
4.
Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan
yang diasumsikan tidak benar.
a. Saya
membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak
berada di Hawai
5.
Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada
sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara
tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional
diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui
sebagai masalah.
a. Kapan dia
pergi?
b. Dia pergi
6.
Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa
yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan
(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
a. Seandainya
IMPLIKATUR
Menurut Brown dan Yule (1983:1). Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah
makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan atau wacana tulis. Kata
lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan
tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur
konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional
kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a. Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada
contoh (a) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan
bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang),
tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa
hubungan seperti itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak
pemberani, implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Dari penuturan di atas, terdapat 4
(empat) faedah konsep implikatur, yaitu
a.
Dapat memberikan penjelasan makna
atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b.
Dapat memberikan penjelasan yang
tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c.
Dapat memberikan pemberian semantik
yang sederhana tentang hubungan klausa
yang dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d.
Dapat memberikan berbagi fakta yang
secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti
metafora).
INFERENSI
Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar
atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan
berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu
dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna
tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik
sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi,
antara lain;
Ø Inferensi
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya. Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung m enarik kesimpulan
(inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
Ø Inferensi
Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik
dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru
atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
a : Saya melihat ke dalam kamar itu.
b : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut,
misalnya: kamar itu memiliki plafon
DEIKSIS
Deiksis
adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang
telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina,
1995:40). Sebuah kata dikatakan
bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti,
tergantung pada siapa yang menjadi sipembicara dan tergantung pada saat dan
tempat dituturkannya kata itu.
Perhatikan
contoh kalimat berikut.
(a)
Begitulah isi sms yang
dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b)
Hari ini bayar, besok
gratis.
(c) Jika Anda
berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
·
Kata-kata yang bercetak miring merupakan deiksis.
Jenis-jenis
Deiksis
Dalam
kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan
berikut ini.
1. Deiksis orang: peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa
tersebut (Nababan, 1987:41).
2. Dieksis tempat adalah
pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi
pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu.
3. Deiksis waktu adalah
pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang
dari waktu sesuatu ungkapan dibuat.
4. Deiksis wacana adalah
rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau
yang sedang dikembangkan.
5. Deiksis sosial adalah
mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan
bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam
pembicaraan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar