Senin, 15 Juni 2015

PENGERTIAN TEKS, KOTEKS, Dan KONTEKS SERTA HUBUNGAN KETIGANYA DALAM KAJIAN WACANA.


PENGERTIAN TEKS, KOTEKS, Dan KONTEKS SERTA HUBUNGAN KETIGANYA DALAM KAJIAN WACANA.


A.  Pengertian Teks, KoTeks, dan Konteks
a.       Pengertian Teks
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3)  ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Berdasarkan tiga pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian teks adalah satuan bahasa yang berupa bahasa tulis maupun berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi manusia.
Contoh teks tulis
Mata Kuliah Sintaksis merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh dalam program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. mata kuliah ini, membahas tentang seluk beluk pembentukan kalimat.

Contoh teks lisan.
“Bang bakso 2 gak pakek kubis dan kuahnya dikit aja”

b.      Pengertian Koteks
Kridalaksana (2011:137), koteks diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks merupakan teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan dan kesejajaran. Keberadaan teks yang terkait dengan koteks terletak pada bagian depan (mendahului) atau pada bagian belakang teks yang mendampingi. Contohnya pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat Jalan.
Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya, yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”, begitu juga sebaliknya.
Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap.
c.       Pengertian Konteks
Kridalaksana (2011:134) menyatakan bahwa konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (2) pengetahuan yang sama-sama memiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara.
Mulyana (2005: 21) konteks merupakan sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan. Peristiwa adanya konteks dalam suatu tuturan dapat dilihat dari bagan berikut.
Proses Peristiwa Bertutur
Pembicara (O1)           à        Pasangan Bicara (O2)
Maksud (pra ucap)                 à        pemahaman (pascaucap)
Pensandian (encoding)            à        pembacaan sandi (decoding)
Pengucapan (fonasi)                à        penyimakan (audisi)
KONTEKS
Sumber: Mulyana, (2005:21)

Konteks yang berkaitan dengan partisipan (penutur) juga sangat berperan dalam memahami makna dan informasi tuturan. Misalnya muncul tuturan berikut ini. “hanya Oreo” kata pada akhir iklan Oreo memiliki arti seolah-olah hanya oreo biskuit rasa coklat yang paling enak dan lezat. Contohnya lain seperti dialog di bawah ini.
Dialog I
Pembicara        : Ibu
Pendengar       : Bapak
Tempat            : Rumah
Situasi             : Sedang menunggu anaknya kembali dari rumah pamannya
 karena
   mengambil sesuatu yang dipinjam
Waktu             : Pukul 09.00 Wib.
Ketika si anak kembali, si ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang.”

Dialog II 
Pembicara        : Ibu
Pendengar       : Bapak
Tempat            : Rumah
Situasi             : Menunggu anaknya yang belum kembali dari rumah temannya
Waktu             : Pukul 00.00 Wib
Ketika si anak datang, si Ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang”.

Jika diperhatikan kalimat Cepat sekali kamu pulang”.pada dua contoh dialog di atas, memiliki makna yang berbeda. Pada dialog pertama memiliki makna rasa heran seorang ibu melihat anaknya yang cepat sekali mengambil barang dari rumah pamannya. Akan teta[i berbeda dengan dialog kedua, kalimat Cepat sekali kamu pulang memiliki makna sindira.

B.     Hubungan antara Teks, KoTeks, dan Konteks
Hubungan antara teks, koteks, dan konteks sangat berkaitan. Hal tersebut dapat dilihat dari segi hakikat yang telah di bahas pada bahasa di atas, yakni bahwa teks adalah satuan bahasa yang terlengkap yang di dalamnya terdapat topik serta bersifat kohesi dan koherensi. teks bisa berupa bahasa tulis maupun berupa bahasa lisan (tutur). Sedangkan koteks merupakan unsur yang memiliki keterkaitan dan kedudukannya sejajar dengan teks yang didampinginya. Koteks dapat mendahului maupun membelakangi teks. Dan kemudian konteks merupakan aspek-aspek yang saling berkaitan dengan ujaran tertentu sehingga timbul sebuah pembicaraan. Aspek tersebut bisa berupa konteks secara situasi maupun pengetahuan.
Hubungan teks, koteks, dan konteks dapat tergambar pada contoh berikut.
            “Bang 2, pedes
Contoh dialog “Bang 2, pedes”  di atas, semisal pada abang penjual bakso. Jika pembeli mengatakan demikian dan si Abang penjual bakso memahaminya maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai wacana. Dengan teks berupa kalimat “Bang 2, pedes”. Sedangkan koteksnya berup penjelas “2, pedes”, kemudian konteksnya mengacu pada situasi, dimana tidak ada lagi penjual bakso selain tukang bakso tersebut pembeli menghampiri tukang bakso tersebut. konteks berubah jika situasinya terdapat lebih dari satu tukang bakso dan pembeli tidak menghampiri tukang bakso yang dimaksudkan. 

pengertian wacana



Nama Ahli
Pengertian Wacana (discourse)
Kridalaksana
(dalam Sumarlam dkk, 2009:5).
Satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal.
JamesDeese
(dalam Sumarlam dkk, 2009:6)
Seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Djajasudarma
(1994:1)
Rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Alwi, dkk
(2000:41)
Rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.  
Oka dan Suparno
(1994:31)
Satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap
Sumarlam, dkk
(2009:15)
Satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

B.     Pandangan tentang Analisis Wacana

Berdasarkan ketiga pandangan tersebut, David 1994 (dalam Arifin, 2012: 10) mengklasifikasikan menjadi dua paradigma, yaitu paradigma formal dan paradigma fungsional sebagai berikut :

STRUKTURAL
FUNGSIONAL
Struktur bahasa (kode) sebagai tata
bahasa.
Struktur tuturan sebagai cara berbicara.
Hanya sebagai alat yang dapat berkorelasi apa yang dianalisis sebagai kode mendahului analisis penggunaan
Analisis penggunaan didahulukan, kemudian analisis kode.
Fungsi referensi semantik dipakai sebagai normanya
Pengorganisasian fitur-fitur tambahan memperhatikan kode dan digunakan secara integral.
Element struktur dianalisis (perspektif historis atau universal).
Stilistik dan fungsi sosial.
Fungsi (adaptasi), ada keseimbanagan bahasa; semua bahasa pada hakikatnya sama.
Elemen dan strukturnya sebagai pendekatan etnografis
Kode bersifat homogen dan komunitas yang seragam.
Fungsi (adaptasi), bahasa bervariasi, gaya, aktual, tidak semuanya sama.

Komunitas tuturan sebagai gaya bahasa.

C.    Strategi dalam Analisis Wacana
Dalam pokok bahsan ini, Jorgensen dan Phillips (2007: 267-270) menyajikan empat strategi yang bisa digunakan dalam analisis wacana dengan berbagai pendekatan.Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Pembandingan
Yakni membandingkan dengan teks-teks lain secara teoritis didasarkan pada sudut pandangan strukturalis.

2.      Subtitusi
Yakni bentuk pembandingan analis menciptakan teks sebagai pembandingnya.Dalam strategi ini kita bergerak kea rah berlawanan dengan menyisipkan beberapa kata yang dipilih ke dalam teks, kita mendapatkan kesan bagaimana kata-kata itu mengubah makna teks dan dengan demikian kita memperoleh kesan bagaimana kata-kata yang benar dipilih itu menciptakan makna-makna tertentu dalam teks bersangkutan.

3.      Membesar-besarkan sesuatu yang terperinci
Kita bisa membesar-besarkan sesuatu yang terperinci tersebut dan kemudian menanyakan kondisi-kondisi apa yang diperlukan agar ciri tersebut masuk akal dan tentang interpretasi apa yang sekiranya secara keseluruhan cocok dengan ciri tersebut.

4.      Vokalitas ganda
Menggambarkan logika kewacanaan atau suara-suara yang berbeda dalam teks.Strategi ini didasarkan pada premis analisis wacana tentang antartekstualitas.